10 March 2009

Menjauhi Tempat-Tempat yang Haram

Menjauhi Tempat-Tempat yang Haram

Oleh: Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah
Kirim

Rasmul Bayan: Menjauhi Tempat-Tempat yang Haram

Penjelasan Singkat Rasmul Bayan

Menjauhi Tempat-tempat yang Haram (Ijtinab amakin al-muharramat):

Menjauhi tempat-tempat yang haram adalah sebuah keharusan karena ia mengandung bahaya yang banyak (akhthar al-iqtirab min amakin al-muharramat), yaitu:

  1. Itsarat asy-syahawat (menimbulkan gejolak syahwat). Hal ini dapat mengakibatkan dua hal negatif:
    1. a. Idthirab an-nafs (keguncangan dan kegelisahan jiwa) dan
    2. b. Al-wuqu’ fi al-ma’ashi (terjatuh kepada kemaksiatan).
  2. Su’u zhann al-akharin (menimbulkan prasangka buruk orang lain).
  3. Al-wuqu’ fi an-nazhar al-muharram (terjatuh kepada perbuatan melihat yang diharamkan oleh Allah Swt).
  4. Idh’af al-iman wa ‘adamu karahiyat al-ma’ashi (melemahkan iman dan kehilangan kebencian kepada kemaksiatan).
  5. ‘Urdhatun li su-il khatimah (terancam meninggal dalam su’ul khatimah).
  6. Mashdar lintisyar al-ma’ashi fi al-mujtama’ (tempat maksiat menjadi sumber tersebarnya maksiat tersebut ke tengah masyarakat).

Narasi

dakwatuna.com - Yang dimaksud dengan tempat-tempat yang haram adalah tempat-tempat yang dijadikan sarana perbuatan maksiat, atau di sana diperjualbelikan barang-barang yang haram baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, legal maupun illegal, seperti: tempat pelacuran, perjudian, bioskop yang memutar film-film haram, tempat penjualan atau penyewaan barang-barang haram dan sejenisnya. Hamba Allah yang beriman selalu berusaha untuk menjaga kadar dan kualitas imannya agar tidak melemah dan terkikis, sebaliknya ia senantiasa melakukan amal-amal yang dapat meningkatkan iman. Di antara hal-hal yang dapat merusak iman adalah mendekati tempat-tempat yang di dalamnya dilakukan perbuatan-perbuatan yang haram. Allah swt berfirman tentang salah satu sifat hamba-hambaNya yang beriman:

Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72).

Bila perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah saja harus ditinggalkan, apalagi dengan perbuatan-perbuatan yang haram.

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32).

Allah Swt mengharamkan mendekati zina yakni melakukan perbuatan yang dapat menjerumuskan kita kepada zina seperti berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, melihat aurat lawan jenis baik langsung atau melalui media, atau mendekati tempat-tempat perbuatan zina. Dapat dipahami juga secara tersirat bahwa mendekati tempat-tempat yang dipastikan dapat menjerumuskan kita kepada perbuatan haram lainnya hukumnya adalah haram.

Beberapa Bahaya Mendekati Tempat-Tempat yang Haram

1. Terbangkitkannya hawa nafsu yang sebelumnya terkendali menjadi tergoda.

Seseorang yang mendekati dan masuk ke tempat-tempat yang haram, secara perlahan atau cepat akan membuat hatinya tergoda dan hawa nafsunya sulit untuk dikendalikan. Hal ini terjadi karena setan selalu menjadikan maksiat itu indah bagi yang melihatnya terutama mereka yang lemah iman. Ditambah lagi hawa nafsu manusia yang cenderung untuk mengikuti hal-hal yang buruk dan merasa berat dalam mentaati Allah swt.

Allah swt berfirman:

Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan (buruk) mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah), padahal mereka adalah orang-orang berpandangan tajam (Al-Ankabut: 38).

Perhatikan bagaimana pengaruh tipu daya setan terhadap mereka? Allah Swt menyatakan bahwa orang-orang yang tadinya berpandangan tajam pun dapat terpengaruh dengan tipuan setan sehingga mereka menganggap baik perbuatan buruk atau minimal menganggap bahwa mereka masih dapat bertobat sewaktu-waktu setelah melakukan perbuatan maksiat. Lalu bagaimana dengan orang yang tidak berpikir panjang/picik?!

Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf: 53).

Syahwat yang tergoda mengakibatkan konsentrasi dan ketenangan hati dan jiwa terganggu. Kemaksiatan yang dilihat terus menerus oleh seseorang akan mempengaruhi perasaan dan konsentrasi hatinya, lalu memalingkannya dari perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat. Apabila hati seseorang sudah tergoda dengan perbuatan yang haram, maka sewaktu-waktu akan muncul hasratnya untuk mencoba melakukannya bila ada kesempatan.

Sebagai contoh, bila seseorang terbiasa menyaksikan korupsi di kantornya, di mana setiap hari ia melihat kawan atau atasannya memperoleh uang yang banyak dengan melakukan korupsi, maka lama kelamaan akan timbul keinginannya untuk melakukan hal yang sama. Bila ia telah mencoba sekali, ia ingin dua kali, tiga kali, dan seterusnya hingga menjadi kebiasaan dan – na’uzu billah – menjadi hobi atau kesenangan. Jika ini terjadi, ia tidak lagi menanti kesempatan datang untuk melakukannya, namun ia justru menciptakan dan mencari-cari peluang untuk melakukannya karena kemaksiatan itu sudah menjadi kebutuhan bagi dirinya. Waktu yang ia miliki tidak lagi diisi dengan ketaatan kepada Allah dan hal-hal yang bermanfaat, sebaliknya pikirannya selalu berpikir bagaimana ia dapat melakukan perbuatan yang haram itu dengan aman, tidak terkena delik undang-undang, dan pikiran-pikiran licik lainnya. Ia lupa bahwa ada Allah Swt yang tidak mungkin ia dapat bersembunyi dari-Nya. Semoga kita dilindungi oleh Allah dari itu semua.

Mendekati tempat-tempat yang haram tidak dapat dipungkiri menyebabkan kita terbiasa menyaksikan perbuatan-perbuatan yang haram. Terkait dengan perbuatan zina, Allah Swt memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (An-Nur: 30).

Seorang penyair berkata:

لِقَلْبِكَ يَوْمًا أَتْعَبَتْكَ الْمَنَاظِرُ وَكُنْتَ إِذَا أَرْسَلْتَ طَرْفَكَ رَائِدًا عَلَيْهِ وَلاَ عَنْ بَعْضِهِ أَنْتَ صَابِرُ رَأَيْتَ الَّذِي لاَ كُلَّهُ أَنْتَ قَادِرٌ

Kau ingin puaskan hatimu dengan mengumbar pandanganmu Suatu saat pandangan itu pasti kan menyusahkanmu. Engkau tak kan tahan melihat semuanya, Bahkan terhadap sebagiannya pun kesabaranmu tak berdaya.

2. Memunculkan kecurigaan (su’uzzhan) orang lain terhadap diri.

Seorang muslim yang baik selalu berusaha agar dirinya tidak menjadi penyebab orang lain berburuk sangka kepadanya. Hal ini dilakukan demi menjaga ukhuwah islamiyah dan kehormatan diri.

Suatu malam, Shafiyyah ra, salah satu istri Rasulullah Saw, datang ke masjid untuk mengunjungi Rasulullah Saw yang sedang i’tikaf di masjid. Setelah berbicara dengan Rasulullah Saw, Shafiyyah pamit dan Rasulullah pun berdiri mengantarnya. Saat beliau sedang berdua, ada dua orang sahabat Anshar yang melihat dan mereka berjalan terburu-buru seperti menghindari Rasulullah Saw, maka beliau memanggil mereka dengan berkata:

((عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّهَا صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ)) فَقَالاَ: سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: ((إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ الْإِنْسَانِ مَجْرَى الدَّمِ وَإِنِّي خَشِيتُ أَنْ يَقْذِفَ فِي قُلُوبِكُمَا سُوءًا أَوْ قَالَ شَيْئًا)). (البخاري).

“Tahan sebentar wahai sahabatku! Ini adalah Shafiyah binti Huyay istriku.” Mereka menjawab: Maha Suci Allah, ya Rasulullah (maksudnya: kami tidak punya prasangka buruk kepadamu ya Rasulullah). Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyelusup dalam diri manusia seperti peredaran darah, aku khawatir ia membisikkan hal-hal buruk ke dalam hati kalian atau mengatakan yang bukan-bukan.” (Bukhari).

Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw berusaha menghilangkan potensi kecurigaan dan prasangka buruk sahabat kepada beliau agar persaudaraan dan ukhuwah umat Islam tetap terjaga dengan baik. Padahal saat itu beliau berada di masjid, tempat yang baik dan mulia.

Tentunya, kita lebih diharuskan untuk menghindari prasangka buruk orang lain dengan menjauhi tempat-tempat yang jelas-jelas digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram. Oleh karena itu jika kita terpaksa harus memasuki atau melewati tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kecurigaan saudara sesama muslim, hendaklah kita tidak melewatinya sendirian, tetapi ajaklah kawan-kawan kita yang baik agar kecurigaan itu tidak muncul sekaligus agar kita terjaga dan tidak tergoda melakukan perbuatan yang haram.

3. Mengotori mata dengan dosa bila memandang sesuatu yang haram untuk dilihat.

Mendekati tempat-tempat yang haram khususnya tempat-tempat di mana aurat dibuka tanpa rasa malu otomatis membuat kita mengotori mata dengan dosa karena memandangnya (dan bukan cuci mata).

((الْعَيْنَانِ تَزْنِيَانِ، وَزِنَاهُمَا النَّظَرُ)) [متفق عليه].

Dua mata itu berzina, dan zinanya adalah memandang. (Muttafaq ‘alaih).

4. Mengikis keimanan dan menghilangkan kebencian terhadap perbuatan maksiat serta memperbesar kecintaan terhadapnya.

Dosa-dosa yang disebabkan kita selalu memandang perbuatan yang haram di tempat-tempat haram tak pelak lagi akan mengikis iman kita secara langsung. Karena iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat dan dosa seperti yang disebutkan oleh para ulama. Agar tidak terkikis imannya, Islam mewajibkan muslim yang melihat kemunkaran untuk melakukan nahi munkar sesuai dengan kesanggupannya, sehingga kebencian terhadap kemunkaran itu tetap ada dalam hatinya. Rasulullah Saw bersabda:

((مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ)) (رواه مسلم عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه).

Siapa di antaramu melihat kemunkaran, maka ubahlah (cegahlah) ia dengan tangannya, jika tidak sanggup maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya (tetap membencinya) dan itulah selemah-lemah iman. (Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri ra).

Rasulullah juga bersabda:

((إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ)) فَقَالُوا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا. قَالَ: ((فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا)) قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: ((غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ)).

Jauhilah duduk-duduk di (pinggir) jalan! Mereka menjawab: Kadang kami tak bisa menghindarinya ya Rasulullah karena harus berbicara di sana. Rasul bersabda: Jika kamu tidak dapat menghindarinya, maka berikan hak-hak jalan! Mereka berkata: Apakah hak jalan itu? Sabda Rasulullah Saw: Menundukkan pandangan, menahan diri (dari menyakiti orang lain), menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (Bukhari & Muslim).

Perintah menundukkan pandangan untuk mencegah kita melihat kecantikan atau aurat lawan jenis, perintah menahan diri agar kita terhindar dari ghibah atau menggunjing orang lain, perintah menjawab salam agar kita menghormati orang-orang yang lewat, dan amar ma’ruf nahi munkar agar kita menegakkan yang disyariatkan dan mencegah hal-hal yang diharamkan.

Dengan demikian kita tetap memiliki kecintaan kepada kebaikan dan kebencian terhadap kemaksiatan, karena itulah ciri orang-orang yang beriman.

Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. (Al-hujurat: 7).

5. Memperbesar kemungkinan meninggal dalam su’ul khatimah (akhir yang buruk).

Orang-orang yang sering mendatangi tempat-tempat maksiat dan melakukan kemaksiatan di dalamnya maka peluangnya untuk meninggal dalam husnul khatimah menjadi semakin kecil, sebaliknya sangat mungkin ia wafat ketika sedang berada dalam kemaksiatan. Padahal Allah Swt berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102).

Tentunya kita tidak hanya ingin mati sekadar tetap berstatus muslim, namun kita ingin meninggalkan dunia ini sebagai muslim yang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Swt. Hal ini tidak mungkin dapat kita wujudkan selain berusaha untuk mengislamkan kehidupan kita yakni mengambil ajaran Islam dalam setiap aspek kehidupan kita, tinggal dan mencintai tempat-tempat yang baik, menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat dan tempat-tempat yang haram. Ingatlah terus ayat ini dan hadits Rasulullah berikut ini:

((لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ…))

Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina, tidaklah beriman orang yang minum khamr tatkala ia meminumnya dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia mencuri… (Bukhari Muslim).

6. Tempat-tempat maksiat dapat menjadi sumber tersebarnya kemaksiatan ke tengah-tengah keluarga dan masyarakat. Hal ini akan terjadi jika masyarakat membiarkan tempat-tempat maksiat itu beroperasi tanpa ada upaya untuk memberantas nya dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat. Apalagi bila justru anggota masyarakat tersebut menjadi konsumen dan pelanggan tempat-tempat haram itu, maka azab dari Allah bisa jadi akan ditimpakan kepada mereka.

عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ)) (رواه الترمذي وقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ).

Dari Hudzaifah bin Yaman ra dari Nabi Muhammad Saw beliau bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

No comments:

Post a Comment