13 March 2009

Indonesiaku malang

Hari Gini Jilbab Masih Dilarang
Image
Sungguh ironi, diskriminasi Muslimah Berjilbab di Negeri Mayoritas Muslim masih terjadi. Katanya era keterbukaan. Oleh: Siti Rochmah, Pabaton Indah Bogor
Bogor-Larangan bekerja menggunakan jilbab makin marak terjadi. Tidak hanya di luar negeri yang Muslimnya minoritas, tetapi di negeri kita tercinta pun yang Muslimnya mayoritas juga terasa diskriminasinya. Kejadian tersebut dialami oleh putri-putri kami (lulusan sarjana farmasi dan sastra Jepang) dalam melamar pekerjaan, bahkan sampai berkali-kali ditolak hanya karena memakai jilbab. Pertama, anak kami (lulusan farmasi) melamar pada sebuah klinik di Bandung, kemudian dipanggil untuk wawancara. Ketika datang ke tempat tersebut, karyawan yang akan mewawancara langsung berkata, “Wah sayang Saudari berjilbab,” tanpa ditanya kemampuan atau dites kompetensi lainnya. Kedua anak kami (lulusan sastra Jepang) melamar ke toko buku terkemuka di Bogor, waktu mengantarkan berkas lamaran diterima dengan baik oleh bagian HRD, tetapi pas di luar berpapasan dengan seorang karyawan dan bertanya, “Mbak mau melamar ke sini ya, di sini ga boleh pake jilbab.” Alhamdulillah sampai sekarang pun tidak ada panggilan. Yang ketiga, ada job fair di PTS kota kami, dan salah satu perusahaan farmasi terkemuka mengadakan psikotes langsung di tempat tersebut, anak kami lolos dan mendapat panggilan untuk tes lebih lanjut pada tgl 5 Februari 2009 di kantor pusat (Jakarta). Waktu tes dilaksanakan dari pukul 14.00 s/d 19.00 WIB, tanpa ada istirahat untuk shalat Ashar dan Maghrib (secara kebetulan anak saya sedang berhalangan), tapi membuat anak saya terheran-heran bagaimana kalau tidak sedang berhalangan? Pada tanggal 26 Februari 2009, anak saya mendapat pemberitahuan bahwa tes yang diikutinya tersebut lolos dan dipanggil untuk wawancara tgl 3 Maret 2009. Dengan semangat dan suka cita anak kami memenuhi panggilan tersebut. Ketika wawancara dia diberitahu nilai hasil psikotes dan tes lainnya telah memenuhi standar dan bahkan nilainya di atas rata-rata, dengan kata lain dia diterima sebagai staf di perusahaan tersebut. Kemudian diberitahukan pula hak dan kewajiban serta peraturan yang harus ditaatinya (tapi belum memberitahukan soal jilbab) anak saya sepakat, dan diminta datang lagi tgl 7 Maret 2009 untuk observasi lapangan yang akan dibimbing oleh seniornya. Namun kalimat terakhir yang diucapkannya membuat anak saya terduduk lemas, “Tapi Mbak di lingkungan kantor tidak diperkenankan memakai jilbab. Mbak boleh dari rumah berjilbab, ketika masuk kantor dibuka, dan ketika pulang boleh dipakai lagi.” Masya Allah peraturan macam apa ini? Waktu itu anak saya berargumentasi bahwa dengan memakai jilbab tidak akan mengurangi kinerja dan kegesitannya dalam bekerja, kenapa tidak boleh? Tidak ada jawaban yang jelas. Anak saya pamit tanpa memberi keputusan. Kami semua terheran-heran dibuatnya, kalo memang perusahaan-perusahan tersebut mensyaratkan pelamar tidak boleh berjilbab, seharusnya diberitahukan dari awal atau dicantumkan dalam syarat lamaran. Foto anak kami yang dilampirkan, juga dalam ijazah semua menggunakan jilbab, kalo memang tidak diperkenankan karyawan berjilbab tidak perlu pelamar tersebut dipanggil yang hanya membuat kekecewaan dan sakit hati. Kepada redaksi terima kasih atas dimuatnya surat ini.

Catatan : Itulah akibat dari sistem pemerintahan sekuler yang diterapkan di Indonesia, yang selama ini masih sedikit yang memperjuangkannya, bahkan oleh partai Islam sekalipun. Mereka saat ini justru sedang menikmati syahwat pemilu yang sebentar lagi akan memberi kedudukan dan status sosial yang akan makin menjauhkannya dari ‘jalan yang lurus’, makin dalam penyakit wahn diderita, makin jauh dari jalan Allah Azza wa Jalla.

Bagaimana partai partai Islam?, kemana saja kamu?, masih tidur dan bermimpi kedudukan dunia yang akan kau kejar ?

No comments:

Post a Comment